Kajari gagal eksekusi Notaris senior di pekanbaru

Kajari gagal eksekusi Notaris senior di pekanbaru


Sabtu 16 Juli 2016 08:53:35 WIB
PEKANBARU - Untuk kali kedua, notaris senior Neni Sanitra lagi-lagi "lolos" dari eksekusi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Padahal, terpidana satu tahun terkait perkara pemalsuan akta perjanjian tersebut harusnya sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan dan Anak Pekanbaru, Provinsi Riau, Jumat (15/7/2016).

Menurut informasi yang dirangkum dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ermindawati, terpidana Neni tak jadi dieksekusi hari ini karena sedang berada di Jakarta memenuhi panggilan dari ikatan notaris. "Di Jakarta dia (Neni, red), begitu kata pengacaranya," jawab Erminda saat ditemui di ruangannya, Jumat sore.

" Nomor handphone (suaminya, red) tidak aktif," jawab Idianto heran ketika mencoba menghubungi ponsel suami Neni Sanitra. "Kalau seperti ini terpaksa akan kita lakukan upaya paksa, dia tidak kooperatif," janji Kajari Pekanbaru, Idianto.

Perlu diketahui, Neni sejatinya dieksekusi pada Kamis (30/6/2016) lalu. Namun lantaran sakit dan sempat jatuh pingsan, JPU dari Kejaksaan Tinggi Riau Ermindawati pun urung menjalankan putusan Mahkamah Agung tersebut. Padahal, sebelumnya Neni terlihat segar saat pihak kejaksaan menyambangi kantornya di Jalan Tuanku Tambusai.

Ketika itu Neni sempat dilarikan kesalah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru. Beberapa hari selanjutnya, ia dikabarkan pindah ke RSUD Arifin Achmad. Dari sana, Neni yang sudah pulih akhirnya diperbolehkan pulang, dan harusnya hari ini, sang notaris itu harusnya dieksekusi, namun lagi-lagi batal.

Diberitakan sebelumnya, pada sidang putusan yang digelar di PN Pekanbaru, waktu lalu, majelis hakim yang diketuai Yuzaida menyatakan melepaskan Neni Sanitra dari tuntutan hukum. Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan JPU memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat.

Sementara, pada persidangan sebelumnya, JPU Silpia Rosalina dan Minda, menuntut Neni Sanitra dengan pidana penjara selama dua tahun. Menurut JPU, perbuatannya selaku notaris yang mengubah isi perjanjian secara terpihak bertentangan dengan Pasal 264 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Tidak terima dengan putusan majelis hakim, JPU kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, majelis hakim MA merubah isi putusan pengadilan tingkat pertama ini, dan memutuskan Neni Sanitra dihukum selama 1 tahun penjara. Putusan itulah yang akhirnya mengharuskan Neni dieksekusi.

Untuk diketahui, kasus ini berawal saat PT Bonita Indah (BI) dengan direkturnya bernama Daniel Freddy Sinambela mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan berupa mobil tanpa jasa pengemudi. Karena modalnya terbatas, Daniel pun mencari pemodal agar dapat mengikuti lelang.

Sebab, salah satu syaratnya adalah harus memiliki uang sedikitnya Rp5 miliar di bank. Daniel pun menemui dua pengusaha yakni BS dan MH dan mereka bersedia menjadi pemodal. Perikatan pun dibuat dalam Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Neni Sanitra.

Namun setelahnya, BS berselisih dengan Daniel. Imbasnya uang Rp5 miliar ditarik dari bank secara sepihak. Atas tindakan itu, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta salinan akta perjanjian dari notaris Neni. Saat itu Neni tak bersedia memberikan salinannya.

Ketika itu Daniel merasa kalau isi perjanjian yang dijadikan BS untuk menggugatnya tidak sama dengan isi perjanjian semula, ketika sama-sama menghadap Notaris Neni. Ternyata, dari akta itu terungkap bahwa diduga isi perjanjian itu memang diubah sepihak. (repro:eda)
Scroll to top