Reskrimsus Terbitkan Sprindik Baru Untuk Kasus Pipa Transmisi Inhil

Reskrimsus Terbitkan Sprindik Baru Untuk Kasus Pipa Transmisi Inhil


Senin 15 Oktober 2018 19:47:54 WIB
tribratanewsriau.com Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau membuka proses penyidikan baru, dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi pengerjaan pipa transmisi di Kabupaten Indragiri Hilir.

Sebagaimana diberitakan oleh kantor berita Tribun Pekanbaru bahwa Penyidikan kasus ini baru dilakukan, setelah penyidik menemukan adanya pidana Tipikor yang dilakukan di luar empat orang tersangka yang terlebih dulu sudah menyandang status tersangka. Keempatnya sekarang telah diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Gidion Arif Setiawan menjelaskannya, kasus tersebut sudah memasuki tahapan penyidikan. "Yang penting sudah masuk tahapan penyidikan baru," ujarnya, Minggu (14/10/2018).

Kendati melakukan proses penyidikan baru, dia belum membuka siapa nama tersangka atau pun calon tersangka dalam berkas tersebut. 

Sebelumnya, Polda telah menetapkan empat orang tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah Sabar Stevanus P Simalonga yang merupakan Direktur PT Panatori Raja dan bertindak sebagai rekanan, kemudian Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Selanjutnya, Syafrizal Taher dan Haris Anggara, masing-masing merupakan konsultan pengawas dan kontraktor proyek pada pelaksanaan kegaitan dikerjakan tahun 2013 lalu tersebut. "Empat (tersangka,red) SPDP lima. Semua berkas displit (dipisah)," tuturnya.

Dugaan korupsi tersebut berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini menghabiskan dana sebesar Rp 3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Pengerjaan pipa seharusnya dilakukan dengan cara ditanam. Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta.
Scroll to top